Ilustrasi Buku: Saijah Und Adinda
Saijah dan Adinda
Kisah Saijah dan Adinda ada di Bab 17 Max Havelaar. Kisah cinta pemuda dan gadis Lebak. Kisah duka dua anak manusia. Kisah yang menguras air mata. Kisah tentang kehilangan. Kerbau, rumah, ayah, anak, keluarga, juga cinta yang hilang.
Kisah Saijah dan Adinda ada di Bab 17 Max Havelaar. Kisah cinta pemuda dan gadis Lebak. Kisah duka dua anak manusia. Kisah yang menguras air mata. Kisah tentang kehilangan. Kerbau, rumah, ayah, anak, keluarga, juga cinta yang hilang.
Kisah Saijah dan Adinda, kisah tentang kekuasaan yang menyiksa. Kisah rakyat jelata yang ditimpa kemalangan. Kemalangan karena dua kekuasaan yang menyiksa: kolonial dan pribumi.
Ayah Saijah kehilangan kerbau. Sewa tak membantu menyelesaikan kemiskinan. Pergi ke luar daerah, Ayah Saijah ditangkap, dibui, dan mati. Saijah dan adik-adiknya tak bisa diam. Mereka harus makan. Saijah ke Batavia. Ibu dan adiknya ditinggal. Juga dia: Adinda.
Mereka berjanji berjumpa. Jika tanda di kepala lesung yang dibuat Adinda genap 36 banyaknya. Di bawah ketapang. Di ujung kampung. Di tepi hutan. Adinda akan menunggu.
Hans Resink menulis: "Sastra Jawa dan sastra Indonesia belum pernah melahirkan cerita percintaan dari kalangan rakyat jelata. Orang pertama di negeri ini yang pernah menuliskannya, dan bukan tidak berhasil, tak lain dari Multatuli dengan Saijah dan Adinda." (Pramoedya Ananta Toer dalam "Multatuli", mengenang pembicaraan dengan Han Resink)
Saijah dan Adinda dibukukan terpisah dari Max Havelaar. Berikut buku-buku Saijah dan Adinda: Saijah dan Adinda dalam bahasa Sunda Terj. R.T.A Sunarya (Bale Pustaka, 1932 dan Kiblat Buku Utama, 2003); Saijah dan Adinda, Bakri Siregar (Medan, Sasterawan, 1954 dan Jakarta, Lekra, 1960); Saijah dan Adinda, Kamajaya (U.P. Indonesia Yogyakarta, 1977); Saijah dan Adinda, Cerita Anak-Anak (Citra Budaya, Bandung, 1985).
Dalam bahasa Jerman: Saidjah Und Adinda. Terbitan Der Kinderbuchverlag Berlin-DDR 1988. Ilustrator oleh Karl-Erich Muller.
Tiada kutahu di mana aku 'kan mati,
Telah kulihat segara luas di pantai selatan,
Ketika bersama ajah membuat garam.
Djika aku mati di tengah lautan, dan badan terbang di air dalam,
Ikan iu 'kan datang mengerumuni majatku;
Bersama bertanja:
"Siapa kita 'kan menelan majat tenggelam dalam air ini?"
Tiada akan kudengar.
......
(Bakri Siregar, Lekra, 1960, hlm. 21)
Salam Saijah dan Adinda,
Ini ilustrasi Saijah Und Adinda bahasa Jerman itu untuk kawans Multatuli.
Cover depan Saijah Und Adinda. Penerbit: Der Kinderbuchverlag Berlin-DDR 1988
Cover belakang
Saijah dengan kerbaunya
Kerbau menyelamatkan Saijah dari serangan macan.
Saijah menemui Adinda. Menyampaikan maksudnya untuk bekerja di Batavia.
Saijah berpisah dengan Adinda di bawah pohon ketapang. Mereka berjanji akan bertemu kembali di tempat tersebut setelah tiga kali dua belas bulan.
Saijah berbicara dengan tuannya di Batavia. Saijah bekerja mengurus kuda di sana.
Saijah menunggu Adinda. Saijah tiba di bawah ketapang, di tepi hutan, di tempat yang dijanjikan sekembalinya dari Batavia.
Saijah masih menunggu. Adinda tak kunjung datang.
Saijah menuju Lampung. Saijah mencari Adinda.
Saijah bergabung dengan orang-orang Banten Selatan di Lampung. Saijah mencari Adinda.
Saijah menemukan Adinda dalam kondisi tak bernyawa. Sobekan kain biru yang diberikan Saijah menutupi luka menganga di dada Adinda.
http://www.readingmultatuli.co/2014/09/ilustrasi-buku-saijah-und-adinda.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar